Rabu, 11 Desember 2013

Budidaya Gaharu dan Teknik Inokulasinya


Gaharu adalah sebuah produk yang berbentuk gumpalan padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar tanaman pohon inang (misalnya: Aquilaria sp., Gyrinops sp. dll) yang telah mengalami proses perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu tidak semua pohon penghasil gaharu mengandung gaharu.
Dari sisi manfaat, gaharu sejak zaman dahulu kala sudah digunakan, baik oleh kalangan elit kerajaan, maupun masyarakat suku pedalaman di Sumatera dan Kalimantan. Gaharu dengan demikian mempunyai nilai sosial, budaya, dan ekonomi yang cukup tinggi. Secara tradisional gaharu dimanfaatkan antara lain dalam bentuk pengharum tubuh dan ruangan, bahan kosmetik dan obat-obatan sederhana. Saat ini pemanfaatan gaharu telah berkembang demikian meluas antara lain untuk parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, bahan obat-obatan yang memiliki khasiat sebagai anti asmatik, anti mikrobia, dan stimulan kerja syaraf dan pencernaan.
Meningkatnya perdagangan gaharu sejak tiga dasawarsa terakhir ini telah menimbulkan kelangkaan produksi gubal gaharu dari alam. Besarnya permintaan pasar, harga jual yang tinggi, dan pola pemanenan yang berlebihan serta perdagangan yang masih mengandalkan pada alam tersebut, maka jenis-jenis tertentu misalnya Aquilaria dan Gyrinops saat ini sudah tergolong langka, dan masuk dalam lampiran Convention on International Trade on Endangered Spcies of Flora and Fauana (Appendix II CITES)
Guna menghindari agar tumbuhan jenis gaharu di alam tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu diupayakan untuk konservasi, baik in-situ (dalam habitat) maupun ek-situ (di luar habitat) dan budidaya pohon penghasil gaharu. Namun upaya tersebut tidak mudah dilaksanakan, dan kalaupun ada usaha konservasi dan budidaya namun skalanya terbatas dan hanya dilakukan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan LSM konservasi. Sementara masyarakat secara luas enggan untuk melakukan budidaya pohon penghasil gaharu karena memang tidak memberikan keuntungan apa-apa.
Prospek untuk mengembalikan gaharu menjadi komoditi andalan kembali terbuka dengan ditemukannya teknologi rekayasa produksi gaharu. Dengan teknologi inokulasi maka produksi gaharu dapat direncanakan dan dipercepat melalui induksi jamur pembentuk gaharu pada pohon penghasil gaharu. Peningkatan produksi gaharu dimaksud (yang kegiatannya terdiri dari kegiatan di bagian hulu sampai hilir) selanjutnya akan berdampak pada peningkatan penerimaan oleh masyarakat petani, pengusaha gaharu, dan penerimaan pendapatan asli daerah serta devisa negara.
Gaharu yang diperdagangkan di Indonesia terdiri dari tiga jenis, yaitu: gaharu dari Sumatera dan Kalimantan dengan jenis Aquilaria malaccensis dan A. microcarpa, gaharu dari Papua, Sulawesi dan Maluku lebih dikenal dengan nama Aquilaria filaria, sedangkan jenis gaharu Gyrinops lebih banyak diproduksi dari Nusa Tenggara. Apabila diperhatikan maka perdagangan gaharu hasil alam di Indonesia dari dulu hingga saat ini lebih banyak bertumpu pada peyebaran secara ekologis jenis-jenis gaharu tersebut
Inokulan yang diproduksi oleh Badan Litbang Kehutanan (Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi) berbentuk cairan dari jamur (fusarium spp.) dan bisa dipesan untuk kelompok tani gaharu melalui pendampingan dari petugas yang ditunjuk.
Forda melakukan riset pertama tentang bioinduksi sejak tahun 1984 (Jamur dan Serbuk Gergaji), Teknologi generasi I telah diperharui dan digantikan dengan generasi II, kedua (2004) inokulan berupa jamur dan nutrisi cair :
Kelebihannya :
- lubang bor kecil
- Tidak perlu ditutup
- Tidak masuk air
- Tidak ada pembusukan
- Efektif dan efesien
- hasil insya Allah 100 %
Cara Inokulasi
Peralatan yang perlu disiapkan :

Sebelum penyuntikan inokulan diblender terlebih dahulu
Cara blender :

Inokulan berisi : benang jamur yang menggumpal
Benang jamur perlu dipotong-potong oleh blender
Agar dalam proses penyuntikan tidak macet
Setelah diblender : masukkan dalam gelas
Inokulan siap disuntikkan dan dihabiskan hari itu juga
Blender harus dicuci : bila ada > 2 jenis jamur
Syarat inokulasi :
- Pohon penghasil gaharu
- Pohon harus sehat
- Diameter > 15 cm
- Berbunga atau berbuah
- Jamur yang direkomendasi
- Jamur yang masih hidup
- Penyuntikan : tidak hujan
Mata bor : 3 mm
Jumlah inokulan : 0,5 – 1 ml
Arah : Tegak lurus
Lubang tidak ditutup
Hasil Penelitian di beberapa daerah :



Sumber : Puskonser Badan Litbang Kehutanan
http://balithutmakassar.org/budidaya-gaharu-dan-teknik-inokulasinya/

Berikut ciri-ciri penghasil gaharu

1. Aquilaria beccariana.

Nama daerah:
Gaharu, merkaras, puti, gumbil minyak.

Status kelangkaan: Rawan. Pohon jenis ini banyak dicari dan ditebang karena resin gaharu yang dihasilkan harganya sangat mahal. Populasi alami sangat menurun drastis. Ekspor kayu gaharu dibatasi oleh kuota.

Deskripsi: Pohon besar, tinggi 40 m, diameter 60 cm. Batang berkulit tipis, kelabu putih, berserat panjang yang sangat kuat sehingga sering dimanfaatkan untuk tali. Daun bundar telur-elips melebar, tipis. Perbungaan pada ketiak daun. Bunga berupa tabung memanjang sekitar 1 cm. Buah berupa gelendong, gepeng, dan menyempit di kedua ujungnya, berkulit tipis, dan mengandung 2 biji.

Sebaran: Kalimantan, Sumatera

Tempat tumbuh: Hutan dataran rendah hingga ketinggian 700 m dpl.

Pembudidayaan: Sudah dibudidayakan, tetapi dalam skala kecil.

2. Aquilaria cumingiana

Nama daerah: Gaharu (Ind)

Status kelangkaan: Rawan

Deskripsi: Pohon setinggi 15-20 m, berdiameter 40 cm. Batang berkulit kelabu, berserat panjang

sehingga dapat dipakai untuk tali. Daun berseling, elips, panjang 4-10 cm, lebar 2,5-4 cm, basal menyempit, ujung lancip, urat daun lateral berjumlah 12 pasang, tampak jelas pada permukaan bawah daun. Perbungaan pada batang, memayung, jumlahnya sangat banyak. Bunga berupa tabung, warna hijau, panjang sekitar 5 mm, dan berbulu rapat. Buah bulat telur, warna hijau berubah kuning pada waktu matang, berukuran sekitar 1,5-2 cm. Biji 2 buah.

Sebaran: Indonesia bagian timur, Sulawesi

Tempat tumbuh: Hutan tropika basah

Pembudidayaan: Belum dibudidayakan

3. Aquilaria filaria.

Nama daerah: Age (Sorong), bokuin (Morotai), lason (Seram)

Status kelangkaan: Genting

Deskripsi: Pohon setinggi 20 m dan berdiameter 50 cm. Batang berkulit kelabu, tipis, dan berserat panjang, kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk tali. Daun berseling, licin, jorong atau elips hingga lanset, panjang 10-20 cm, lebar 3-6 cm, ujung luncip. Perbungaan pada ketiak daun, jumlah 3-7 bunga, memayung. Bunga berupa corong dengan 5 cuping tumpul, warna hijau kekuningan atau putih, 5-6 mm, bakal buah berbulu halus rapat. Buah bundar telur berlekuk 4, warna kekuningan, licin, panjang 1,5-2 cm. Biji 2 buah.

Sebaran: Indonesia bagian timur, Maluku, dan Papua.

Tempat tumbuh: Hutan tropika basah

Pembudidayaan: Sudah dibudidayakan

4. Aquilaria hirta

Nama daerah: Karas

Status kelangkaan :
Rawan

Deskripsi: Pohon setinggi 15 m dan berdiameter 17 cm. Batang tegak, kelabu, berkulit tipis dengan serat panjang dan kuat, ranting berbulu halus rapat. Daun berseling, bundar telur melebar, mirip daun A. beccariana, bagian bawah daun berurat jelas, berbulu tebal rapat, ujung luncip, berukuran panjang 15-16 cm, lebar 8-10 cm. Perbungaan di ketiak daun dekat ujung ranting, memayung. Bunga mekar tidak beraturan, mahkota berupa tabung 1 cm, berbulu rapat, warna gading. Buah gepeng, berupa gelendong, berbulu rapat halus putih, kulit buah tipis, berukuran panjang 2 cm.

Sebaran: Semenajung Malaysia, Sumatera

Tempat tumbuh: Hutan dataran rendah

Pembudidayaan: Belum dilakukan.

5. Aquilaria malaccensis

Nama daerah: Kayu karas, gaharu (Indonesia), calabac, karas, kekaras, mengkaras (Dayak), galoop (Melayu), halim (Lampung), alim (Batak), kareh (Minang).

Status kelangkaan: Rawan

Deskripsi: Pohon setinggi 40 m dan berdiameter 60 cm. Daun berseling, elips oblong hingga lanset oblong, ukuran 7,5-12 cm x 2-5 cm. Urat daun bagian bawah berbulu halus jelas. Perbungaan muncul di ketiak daun berbentuk malai dan memayung. Bunga berkelopak tabung, ukuran 5-6 mm, cuping 5, membundar. Buah bulat telur dengan bagian basal lebih lonjong, ukuran 2-3 cm, daging buah tebal, jumlah biji 1-2 buah.

Tempat tumbuh: Hutan primer tropika dataran rendah hingga ketinggian 700 m dpl,

Sebaran: India, Indocina, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sarawak, dan Filipina

Pembudidayaan: Penanaman di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Juga di Riau (Pekanbaru), Jambi (Sorolangun Bangko), Sumatera Selatan (Palembang), Jawa Barat (Bogor), dan Banten.

6. Aquilaria microcarpa

Nama daerah: Gaharu, karas (Ind), mengkaras (Malaysia), hepang (Bangka), engkaras (Dayak)

Status kelangkaan: Rawan

Deskripsi: Pohon setinggi 40 m, berdiameter 80 cm. Batang berkulit kelabu, berserat panjang sehingga dapat dipakai untuk tali. Daun berseling, elips, panjang 4-10 cm, lebar 1,5-5 cm, basal menyempit, ujung lancip hingga meluncip, urat daun lateral berjumlah 12-19 pasang, nampak jelas pada permukaan bawah daun. Perbungaan di ketiak atas daun, memayung, jumlah 6-11 bunga. Bunga berupa tabung, warna putih kekuningan, panjang sekitar 5 mm, berbulu rapat. Buah bulat lonjong, hijau licin berukuran sekitar 1-1,5 cm. Biji 2 buah.

Sebaran: Sumatera (Bangka, Belitung, Bengkulu, Jambi, Palembang, Riau), Kalimantan, dan Malaysia.

Tempat tumbuh: Hutan tropis basah dataran rendah hingga ketinggian 200 m.

Pembudidayaan: Dibudidayakan di Jambi, Palembang, dan Riau.

7. Gyrinops versteegii

Nama daerah: Ketimunan (Lombok), ruhuwama (Sumba), seke (Flores)

Status kelangkaan: Rawan

Deskripsi: Pohon tinggi hingga 25 m, diameter 40 cm. Daun elips memanjang, urat daun lateral sejajar, berukuran 10-20 cm, lebar 2-3 cm, hijau licin. Perbungaan terminal mendukung 6-8 bunga. Bunga berupa tabung, berukuran sekitar 3,5 mm, warna putih kotor kehijauan, benangsari berjumlah 5. Buah bulat telur berukuran 1 cm, biji satu buah.

Sebaran: Lombok, Sumbawa, Sumba, Maluku, dan Papua.

Tempat tumbuh: Hutan dataran rendah di Indonesia bagian timur

Pembudidayaan: Di Lombok, NTB. (Dr Harry Wiriadinata, ahli botani taksonomi Puslit Biologi LIPI)


Artikel ini ditulis oleh Dr Harry Wiriadinata, ahli taksonomi botani, Puslit Biologi LIPI Artikel ini diunggah oleh Pramono pada tanggal 27 Februari 2009
Sumber :  http://www.biologi.lipi.go.id/bio_indonesia/mTemplate.php?h=3&id_berita=66

Selasa, 10 Desember 2013

Harga 1 Batang Pohon Agarwood bisa mencapai beberapa ribu dollar USD per kilogram, makanya Pohon Ini disebut sebagai “POHON YANG SANGAT MAHAL DI DUNIA – ”MOST EXPENSIVE TREES IN THE WORLD
Setelah Penyulingan Harga Minyak Gaharu Bisa Mencapai Sekitar USD 5,000 ~ USD 10,000/kg dan Setelah Dibuat Menjadi Cairan Extract Harganya Mampu Mencapai Lebih Dari USD 30,000 atau Rp. 300.000.000,- / Liter.

 Manfaat Agarwood
  1. Aktivitas Kebudayaan - Islam, Budha, Hindu
  2. Perayaan Keagamaan - Kebanyakan di Negara Islam dan Arab
  3. Wangi Parfum - Wanginya Tahan Lama Banyak Diminati di Negara Eropa Seperti Daerah Yves Saint Laurent, Zeenat dan Amourage
  4. Aroma Terapi - Menyegarkan Tubuh, Perayaan dan Undangan
  5. Kecantikan - Sabun, Shampo Yang Harum Semerbak
  6. Obat & Kesehatan - Biasa Digunakan di Pengobatan Tradisional Khususnya Dinegara China dan Jepang
  7. Koleksi Pribadi - Untuk Ruangan Besar Khusus Eksklusif
Kebutuhan Agarwood Dunia

Kebutuhan dunia akan agarwood atau gaharu terus meningkat. Menurut statistik, Indonesia yang pada tahun 1995 menjadi pengexport gaharu yang cukup besar, kini nilai exportnya semakin menurun.
Mengingat permintaan dunia akan agarwood yang terus meningkat, maka proyek Pengembangan Agarwood sangat menguntungkan "Investment for Highest Profit"


Penanganan Bibit Gaharu Cabutan/Stump
Berikut ini kami sampaikan beberapa catatan untuk mendukung keberhasilan pemeliharaan bibit gaharu (Aquilaria malaccensi) yang berasal dari cabutan/stump (pengiriman dari tempat lain) :
  • Pemeliharaan bibit yang berasal dari cabutan/stump harus terlebih dahulu dikondisikan dengan penyungkupan. Pemeliharaan bibit tanpa penyungkupan beresiko kegagalan walaupun bedeng pemeliharaan telah diletakkan di bawah naungan sekalipun. Ikuti petunjuk teknis pembuatan sungkup sebagaimana yang kami lampirkan. Sungkup terbuat dari plastic dan plastic sungkup tersebut dapat diperoleh dari toko peralatan pertanian atau toko plastic.
  • Media tanam sebaiknya merupakan campuran: tanah : kompos : pasir (2:1:1)
  • Penyiraman pertama harus betul-betul jenuh air dan penyiraman berikutnya hanya dilakukan jika media tanam terlihat kering. Dalam penyiraman tersebut dihindari membuka sungkup ukuran besar, cukup hanya dimasuki selang/lobang kecil.
  • Peletakan sungkup/bedeng pemeliharaan harus di bawah naungan tegakan (sebaiknya rindang) sehingga tidak ada sinar matahari langsung dengan intensitas tinggi dan lama. Paranet/shading net 75% diperlukan jika naungan tegakan kurang dan sebaiknya diatas sungkup diberikan lagi jerami/ pelepah daun kelapa/sawit. Periksa jika terjadi kebocoran pada sungkup.
  • Hindari membuka-tutup sungkup cukup sering. Dengan pembuatan sungkup yang tepat, kondisi di dalam sungkup akan terlihat mengembun dan tidak kering. Jika terlalu sering membuka dan menutup sungkup bibit beresiko kematian.
  • Setelah 3-4 minggu, sungkup dibuka secara bertahap, dilarang membuka sungkup sekaligus. Contoh : hari pertama dibuka 0,5 meter, hari kedua 1 meter dan seterusnya. Jika dibuka sekaligus bibit beresiko kematian.
  • Setelah dikeluarkan dalam sungkup, bibit dipeliharan dibawah naungan paranet dan sebaiknya juga di bawah tegakan agar tercipta iklim yang baik bagi pertumbuhan bibit.
CONTOH BIBIT ANAKAN TANPA POLIBAG SEBELUM di SUNGKUP PLASTIK

CONTOH BIBIT ANAKAN YANG DI KASIH SUNGKUP PLASTIK

CONTOH BIBIT GAHARU POLIBAG SIAP TANAM


MEMPERCEPAT PRODUKSI GAHARU DENGAN TEKNOLOGI INOKULASI
Gaharu merupakan komoditi elit hasil hutan bukan kayu yang saat ini banyak diminati oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri. Pemanfaatan gaharu sangat bervariasi dari bahan baku pembuatan dupa, parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, hingga bahan obat-obatan sebagai anti asmatik, anti mikrobia, stimulan kerja syaraf, dan pencernaan. Akibat dari pola pemanenan dan perdagangan yang masih mengandalkan alam, beberapa jenis tertentu pohon penghasil gaharu mulai langka dan telah masuk dalam appendix II CITES.

Mengantisipasi kemungkinan pubahnya pohon penghasil gaharu jenis-jenis langka sekaligus pemanfaatannya secara lestari. Badan Litbang Kehutanan melakukan upaya konservasi dan budidaya serta rekayasa untuk mempercepat produksi gaharu dengan teknologi induksi atau inokulasi.

Serangkaian penelitian yang dilakukan Badan Litbang Kehutanan saat ini telah menghasilkan teknik budidaya pohon penghasil gaharu dengan baik, mulai dari perbenihan, persemaian, penanaman, hingga pemeliharaannya. Sejumlah isolat jamur pembentuk gaharu hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia telah teridentifikasi berdasar ciri morfologis. Penelitian yang dilakukan juga telah menghasilkan empat isolat jamur pembentuk gaharu yang telah teruji dan mampu membentuk infeksi gaharu dengan cepat. Inokulasi menggunakan isolat jamur tersebut telah menunjukkan tanda-tanda keberhasilan hanya dalam waktu satu bulan. Ujicoba telah dilakukan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat (Sukabumi dan Darmaga), dan Banten (Carita).

Secara teknis, garis besar tahapan rekayasa produksi gaharu dimulai dengan isolasi jamur pembentuk yang diambil dari pohon penghasil gaharu sesuai jenis dan ekologi sebaran tumbuh pohon yang dibudidayakan. Isolat tersebut kemudian diidentifikasi berdasar taksonomi dan morfologi lalu dilakukan proses skrining untuk memastikan bahwa jamur yang memberikan respon pembentukan gaharu sesuai dengan jenis pohon penghasil gaharu agar memberikan hasil optimal. Tahap selanjutnya adalah perbanyakan jamur pembentuk gaharu tadi, kemudian induksi, dan terakhir pemanenan. Untuk saat ini, produksi gaharu buatan yang dipanen pada umur 1 tahun berada pada kelas kemedangan dengan harga jual US$ 100 per kilogram.

Di pasaran dalam negeri, kualitas gaharu dikelompokkan menjadi 6 kelas mutu, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan. Klasifikasi mutu tersebut berbeda dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang membagi mutu gaharu menjadi 3 yaitu Klas Gubal, Kemedangan, dan Klas Abu. Perbedaan klasifikasi tersebut sering merugikan pencari gaharu karena tidak didasari dengan kriteria yang jelas.


KEUNGGULAN BELI BIBIT DI PT.BBC
1.Ada sertifikat keaslian bibit pohon gaharu
2.Ada jaminan dari perusahaan mengenai  penyediaan SERUM untuk proses INOKULASI
3.Ada jaminan dari perusahaan untuk pembelian gubal di saat panen
4.Ada sistem sehingga memungkinkan uang yang di belanjakan untuk beli bibit gaharu bisa kembali ( BALIK MODAL ) sebelum PANEN
5.Jika mengajak orang untuk beli bibit gaharu di PT.BBC bisa dpt penghasilan tanpa batas


PAKET INVESTASI (SILAKAN PILIH)

1.Bibit anakan tanpa polibag isi: 110 Pohon Harga Rp.350.000,-
2.Bibit polibag siap tanam isi: 50 Pohon Harga Rp.650.000,-
3.Bibit paket investasi isi: 1 Pohon Harga Rp.350.000,-

 ANALISA BUDIDAYA GAHARU
Analisa biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu, pada luasan tanah
240 m2 , jangka waktu 10 tahun. Dengan jarak tanam 3m X 3m luas tanah
240 m2 (asumsi 12 m X 20 m) cukup ideal ditanami gaharu sebanyak
25 batang. Berikut ini adalah perincian biaya dan keuntungan dari
budidaya pohon penghasil gaharu:


1. BIAYA
Biaya sendiri kita bedakan menjadi 3 yaitu: 
biaya tahap 1 (pengadaan bibit,penanaman dan perawatan di tahun pertama),
biaya tahap 2 (perawatan tanaman pada tahun ke-2 sampai tahun ke-7), 
biaya tahap 3 (inokulasi dan perawatan pasca inokulasi tahun ke-8 sampai tahun ke-10).


a. Biaya tahap 1 :
- pembelian bibit 25 btng @ Rp.15.000 = Rp. 375.000
- pupuk kandang 100 kg @ Rp.500 = Rp. 50.000
- pestisida (furadan,stiko,dll ) = Rp. 50.000
- tenaga penanaman = Rp. 200.000
- tenaga perawatan = Rp. 200.000
JUMLAH = Rp. 875.000,-


b. Biaya tahap 2 :
- pupuk kandang = Rp. 300.000
- pupuk pabrik = Rp. 300.000
- pestisida = Rp. 200.000
- tenaga perawatan = Rp. 500.000
- Biaya oprasional = Rp. 1.000.000
JUMLAH = Rp. 2.300.000


c. Biaya tahap 3:
- pembelian fusarium sp 25 botol @Rp.350.000 = Rp.4.375.000,- ( Subsidi 50% dari Perusahaan)
- tenaga inokulan = Rp. 2.500.000
- tenaga perawatan = Rp. 500.000 
- tenaga panen = Rp. 2.500.000
- lilin inokulan = Rp.100.000
JUMLAH = Rp.9.975.000,-


Jumlah a+b+c = Rp.13.150.000,-


2. PENERIMAAN
Dengan asumsi bahwa tingkat keberhasilan inokulasi adalah 80 %, dari 25 batang
tanaman cuma menghasilkan 20 batang pohon saja yang bisa dipanen. 
Satu batang, pohon gaharu dengan masa inokulasi 3 tahun menghasilkan rata-rata 2 kg gubal, 5 kg
kemedangan, dan 10 kg abu. 
Sehingga total yang dihasilkan dari 20 batang adalah 40 kg gubal, 100 kg kemedangan, dan 200 kg abu.


A. GUBAL 40 KG @ RP.5.000.000,- = RP. 200.000.000
B. KEMEDANGAN 100 KG @ RP.1.000.000 = RP. 100.000.000
C. ABU 200 KG @ RP.200.000 = RP. 40.000.000
JUMLAH = RP.340.000.000,-
Jumlah penerimaan diatas kami ambil dari data harga jual gaharu yang paling rendah,sedangkan gubal kualitas super harga bisa mencapai Rp.25.000.000/Kg


3. KEUNTUNGAN
PENERIMAAN – BIAYA = RP. 340.000.000- – RP. 13.150.000- = RP. 326.850.000
jadi di rata rata perpohon = Rp.326.850.000 : 25 = Rp.13.074.000,-

PENJUALAN BIBIT GAHARU HUB :
INFORMASI DAN KONSULTASI
0812-87932-777
Sumber: http://abnindonesia.blogspot.com/2012/09/jual-bibit-gaharu-tanam-dari-sekarang.html

POHON GAHARU ( AGARWOOD )

POHON GAHARU ( AGARWOOD )

GAHARU merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, sehingga sangat tepat apabila dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia Hampir semua bagian pohon gaharu ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk, praktis tidak ada bagian yang terbuang. Kayu gaharu yang terinfeksi atau disebut gubal mempunyai nilai jual yang sangat tinggi, sementara gubal gaharu kualitas rendah dapat disuling untuk produksi minyak dengan harga yang sangat menjanjikan. Daun gaharu dapat dimanfaatkan untuk pembuatan teh gaharu. Turunan produk gaharu pun semakin hari semakin meningkat variasinya, menempatkan pohon gaharu sebagai pohon industri. Manfaat gaharu diantaranya adalah pewangi rungan, bahan baku industri parfum ekslusif, bahan baku industri kosmetika, bahan baku untuk bahan obat (kanker, asmatik, perangsang, dll), bahan HIO (untuk ritual agama hindu, budha dan Kong Hu Chu), bahan Kohdoh (jepang), serta daunnya dimanfaatkan untuk teh hijau (agarwood tea). Harga gubal gaharu bervariasi tergantung grade(kualitas), harga gubal gaharu grade super di pasar lokal mencapai Rp 25 jt/kg, sedangkan harga terendah Rp 50 ribu/kg untuk kayu gaharu yang tidak mengandung resin sama sekali.
Negara potensial pemakai gaharu (pengimpor) adalah Saudi Arabia, Kuwait Yaman, United Emirat, Turki, Singapura, Jepang, dan Amerika. Kebutuhan gaharu dari tahun ke tahun terus meningkat berbanding lurus dengan harganya. Sementara stok gaharu alam semakin menurun akibat ditebang terus-menerus tanpa diimbangi penanaman. Kebutuhan gaharu dunia terus meningkat sehubungan dengan semakin meningkatnya pemanfaatan gaharu terutama untuk obat-obatan di China. Kebutuhan obat merupakan kebutuhan pokok umat manusia, yang keberadaanya sangat dibutuhkan manusia.
Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil gaharu terbesar di dunia, namun saat ini potensinya menurun, bahkan gaharu sudah menjadi jenis yang langka ditemukan. Beberapa jenis pohon penghasil gaharu sebagian besar termasuk dalam famili Themeleaceae, terutama dari genus Aquilaria dan Gyrinops, yang dapat menghasilkan gubal gaharu dengan kualitas terbaik (harga tinggi). Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam penanaman gaharu diperlukan pengetahuan yang memadai dalam bidang silvikultur (teknik budidaya) dan teknologi untuk mempercepat mendapatkan gubal gaharu (inokulasi). Tanpa mengetahui kedua masalah tersebut diatas, rasanya sulit untuk mendapatkan hasil gaharu yang memuaskan. Perlu diketahui bahwa tidak semua pohon gaharu menghasilkan gubal gaharu, hanya pohon yang terinfeksi cendawan tertentu saja yang dapat menghasilkan gubal gaharu. Sehingga secara alami pohon gaharu yang dapat menghasilkan gubal, prosentasenya sangat kecil, Oleh karena itu diperlukan teknologi inokulasi untuk mempercepat terbentuknya gubal gaharu. Ayo lestarikan hutan Indonesia demi generasi mendatang.

Apa itu agarwood (gaharu)?



Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, memiliki kandungan damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi secara alami atau buatan pada pohon Aguilaria sp (Thymelaeaceae).
Sumber : http://abnindonesia.blogspot.com/2012/09/jual-bibit-gaharu-tanam-dari-sekarang.html
 

Senin, 09 Desember 2013

GAHARU BATAM (Agarwood)


Bibit Gaharu

Gaharu hybrid A. mallcrassna


 

Cara Pembayaran:Transfer Bank (T/T)
Jumlah:500 pohon
Kemas & Pengiriman:polibag size 25 x 40 cm.
Negara Asal:Indonesia

Teknik Budidaya

a. Penanganan Benih dan Persemaian
Pengadaan bibit gaharu sementara dapat memanfaatakn potensi tegakan alam gaharu yang masih tersedia sebagai pohon tegakan benih ( seed stand ). Dalam jangka panjang perlu dibina ketersediaan pohon induk ( seed orchard ) yang berperan sebagai sumber bahan tanaman dalam membina budidaya serta sekaligus upaya pelestarian sumberdaya genetik jenis gaharu. Pengadaan bibit gaharu dapat berasal dari biji, anakan cabutan alam, dan stump . Pengunduhan biji dapat dilakukan dari pohon induk. Anakan alam diperoleh dari hasil cabutan yaitu dengan cara mengambil bibit cabutan alam yang memiliki tinggi 15-20 cm, daun lebih dari 6 helai, dan di persemaian akarnya diberi perlakuan hormon tumbuh Rootone-F sebesar 200 ppm dan dipelihara di persemaian sampai umur 4 bulan. Bibit dengan stump bisa diperoleh dari anakan alam maupun lewat persemaian dengan membuat potongan stump dengan panjang batang atas 5 cm dan panjang bagian bawah (akar) 10 cm yang diikuti pemotongan akar serabut dan diberi perlakuan Rootone-F sebesar 200 ppm sebelum ditanam di lapangan. Pengadaan benih gaharu yang berasal dari biji bisa dilakukan dengan pemungutan buah yang telah masak fisiologis. Buah masak jenis Gyrinops verstegii (Gig) Domke terbanyak terjadi pada bulan Januari-Februari dan di luar bulan tersebut gaharu berbuah sangat sedikit. Buah bentuknya bulat lonjong sebesar biji kacang tanah yang telah dikupas, dengan ukuran tinggi 1 cm dan lebar 0,5 cm. Buah tua dicirikan kulit berwarna hijau kekuning-kuningan dan cangkang buah belum merekah. Pemungutan buah dilakukan dengan cara memanjat pohon dan menjatuhkan buah dengan galah berkait agar buah dapat berjatuhan dan selanjutnya biji dikeluarkan dari buah masak dan segera didederkan di bedeng tabur, karena biji gaharu tidak tahan lama dalam penyimapanan (bersifat recasiltran). Setiap buah mengandung 3-4 biji. Dalam 1 kg buah gaharu terdapat 3.000 biji dengan daya kecambah 65 %. Pemakaian Rootone-F dalam perkecambahan biji dapat meningkatkan persen kecambah sampai 85 % (Surata, 2004). Selanjutnya penyapihan dilakukan di bedeng sapih dengan menggunakan polybag 15 cm x 20 cm, media semai tanah : kompos 4 :1. Persemaian di bedeng sapih dapat menggunakan persemaian permanen ( shade house ) dan persemaian konvensional. Setelah penyapihan maka dilakukan penyiram setiap hari. Bibit gaharu memerlukan umur > 6 bulan di persemaian sebelum ditanam di lapangan. Sebelum pemindahan bibit ke lapangan maka perlu dilakukan pemotongan akar yang tembus polybag dan hardening of (aklimatisasi) yang dilakukan sebulan sebelum penanaman.
b. Teknik Penanaman
Sesuai dengan sifat fisiologis pohon gaharu yang mempunyai sifat toleran (memerlukan naungan) pada awal pertumbuhannya ( vegetaif growth ), maka persiapan lahan tanaman perlu diiringi persiapan pohon penaung. Letak tanaman ditata dalam jalur berjarak 3 atau 6 m yang dibersihkan secara jalur sekitar 1 m dan pohon atau semak di sekitarnya dibiarkan sebagai penaung. Jarak tanam dalam jalur 3 m atau 6 m, lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm. Modifikasi jarak tanam ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi tapak setempat jenis pohon penaung yang sudah ada dengan pengaturan pohon penaung sebesar 50 %. Sebaiknya gaharu ditanam pada awal musim hujan, agar bibit yang ditanam mempunyai waktu yang cukup panjang untuk tumbuh dan berkembang, sehingga pada musim kemarau pertama tanaman sudah cukup kuat untuk menghadapi keadaan cuaca yang kering dan panas di lapangan.

c. Pola Tanam

Pola tanam budidaya gaharu disesuaikan dengan sifat fisiologis tumbuhan inang gaharu yang memerlukan pohon penaung. Beberapa teknik alternatif yang dapat diterapkan antara lain dengan memanfaatkan pohon penaung yang sudah ada (sistem perkayaan jalur) dan pembutan hutan tanaman dengan menanam pohon penaung jenis cepat tumbuh (pola hutan campuran), baik pada hutan produksi maupun hutan rakyat. Pola penaung pada hutan alami (sistem perkayaan) dapat diterapkan dengan membebaskan tajuk pohon penaung yang sudah ada. Menurut Surata (2002) pertumbuhan inang gaharu jenis Gyrinops verstegii (Gig) Dom di Pusuk Pulau Lombok, paling baik bilamana ditanam di bawah naungan pohon hutan alam 50 % (Tabel 2). Penggunaan naungan ini menunjukkan bahwa pada musim kemarau pertumbuhan tinggi, diameter, dan persen tumbuh lebih baik serta warna daun lebih hijau, jumlah daun lebih banyak, dan kondisi vigor tajuk tanaman lebih sehat; demikian sebaliknya yang dengan tanpa penaung pertumbuhan tanaman lebih rendah. Penggunaan pohon penaung mempengaruhi iklim mikro seperti meningkatkan kelembaban udara serta menurunkan intensitas penyinaran, temperatur udara dan temperatur tanah pada musim kemarau dan hal ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan gaharu di daerah kering Nusa Tenggara yang mempunyai iklim kering yang agak panjang (8 bulan).

d. Pemeliharaan
Pemeliharaan akan sangat menentukan produksi gaharu pada saat tegakan masih muda. Pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman muda, pemeliharaan tegakan lanjutan, dan perlindungan tanaman. Pemeliharaan tanaman muda dilakukan sejak bibit ditanam di lapangan sampai terbentuknya tegakan hutan yaitu pada saat tajuk hutan mulai menutup meliputi penyulaman, penyiangan, dan pandangiran. Penyulaman dilakukan dua kali yaitu pada tahun tanam berjalan dan umur satu tahun sampai tercapainya persen tumbuh 80 %. Penyiangan dilakukan 2 kali setahun atau disesuaikan dengan keadaan pertumbuhan gulma dan pendangiran dilakukan setahun sekali. Pemeliharaan tegakan lanjutan dilakukan sejak tajuk hutan menutup dengan pohon penaung sampai tegakan mencapai umur panen gaharu dengan melakukan pemangkasan dan penjarangan pohon penaung yang ditujukan untuk memberi kesempatan tumbuh yang sebaik-baiknya pada setiap pohon inang gaharu. Pemeliharaan tegakan juga dilakukan pada inang gaharu yang terlalu rapat, dilakukan untuk mengurangi terjadinya persaingan antar pohon dalam rangka meningkatkan kesehatan, kualitas, dan nilai tegakan. Penjarangan pohon inang gaharu bisa juga didahului dengan mempercepat mengadakan penularan secara intensif pada pohon yang akan dijarangi selagi pohon masih muda, sehingga apabila pohon tersebut dipotong hasil penjarangan bisa dimanfaatkan.
Sumber : http://lubay-lubay.blogspot.com/2012/03/jenis-jenis-gaharu.html

Jenis dan Habitus

Susatyo (1983) dalam Sumarna (2007) melaporkan bahwa beberapa ciri morfologis, sifat fisik, sebaran tumbuh serta nama daerah jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia sebagai berikut:
a. Aquilaria spp. Pohon dengan tinggi batang yang dapat mencapai antara 35-40 m, berdiameter sekitar 60 cm, kulit batang licin berwarna putih atau keputih-putihan dan berkayu keras. Daun lonjong memanjang dengan ukuran panjang 5-8 cm dan lebar 3-4 cm, ujung daun runcing, warna daun hijau mengkilat. Bunga berada diujung ranting atau diketiak atas dan bawah daun. Buah berada dalam polongan berbentuk bulat telur aatau lonjong berukuran sekitar 5 cm panjang dan 3 cm lebar. Biji/benih berbentuk bulat atau bulat telur yang tertutup bulu-bulu halus berwarna kemerahan.
b. A. malaccensis di wilayah potensial dapat mencapai tinggi pohon sekitar 40 m dan diameter 80 cm, beberapa nama daerah seperti: ahir, karas, gaharu, garu, halim, kereh, mengkaras dan seringak. Tumbuh pada ketinggian hingga 750 m dpl pada hutan dataran rendah dan pegunungan, pada daerah yang beriklim panas dengan suhu rata-rata 32° C dan kelembaban sekitar 70%, dengan curah hujan kurang dari 2.000 mm/tahun.
c. A. microcarpa tinggi sekitar 35 m berdiameter sekitar 70 cm dengan nama daerah tengkaras, engkaras, karas, garu tulang, dan lain-lain. Sedangkan A. filaria tinggi pohon antara 15-18 m berdiameter sekitar 50 cm, di Irian Jaya memiliki nama daerah age dan di Maluku las. Tumbuh di hutan dataran rendah, rawa hingga ketinggian sekitar 150 m, pada kawasan beriklim kering bercurah hujan sekitar 1.000 mm/th. A. beccariana, memiliki nama daerah mengkaras, gaharu dan gumbil nyabak. Tumbuh hingga ketinggian 850 m.dpl pada kondisi kawasan beriklim kering dengan curah hujan sekitar 1.500 mm/th.
d. Gyrinops spp. Tumbuhan gaharu jenis ini berbentuk sebagai pohon yang memiliki ciri dan sifat morfologis yang relatif hampir sama dengan kelompok anggota famili Thymeleacae lainnya. Daun lonjong memanjang, hijau tua, tepi daun merata, ujung meruncing, panjang sekitar 8 cm, lebar 5-6 cm. Buah berwarna kuning- kemerahan dengan bentuk lonjong. Batang abu-kecoklatan, banyak cabang, tinggi pohon dapat mencapai 30 m dan berdiameter sekitar 50 cm. Daerah sebaran tumbuh di wilayah Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan potensi terbesar berada di Irian Jaya (Papua).
e. Aetoxylon spp. Pohon dengan rataan tinggi sekitar 15 m, berdiameter antara 25-75 cm, kulit batang ke abu-abuan atau kehitam-hitaman dan bergetah putih. Bentuk daun bulat telur, lonjong, licin dan mengkilap dan bertanggkai daun sekitar 8 mm. Bunga dalam kelompok berjumlah antara 5-6 bunga, berbentuk seperti payung, dengan panjang tangkai bunga sekitar 9 mm, bentuk bunga membulat atau bersegi lima berdiameter sekitar 4 mm, buah membulat panjang sekitar 3 cm dan lebar 2 cm, serta tebal 1 cm. Tumbuh pada kawasan hutan dataran rendah dengan lahan kering berpasir, beriklim sedang dengan curah hujan sekitar 1.400 mm/th, bersuhu sekitar 27° C dan berkelembaban sekitar 80%. Gaharu dari jenis ini memiliki nama daerah sebagai kayu biduroh, laka, garu laka, garu buaya, dan pelabayan.
f. Gonystylus spp. Memiliki ciri dan sifat morfologis dengan tinggi dapat mencapai 45 m dan berdiameter antara 30-120 cm, memiliki tajuk tipis, dan berakar napas (rawa), Bedaun tunggal, berbentuk bulat telur, panjang 4-15cm, lebar 2-7 cm dengan ujung runcing, bertangkai daun 8-18 mm, licin dengan warna hijau-kehitaman. Bunga berbentuk malai berlapis dua, muncul diujung ranting atau ketiak daun, berwarna kuning, tangkai bunga panjang sekitar 1,5 cm. Berbuah keras,berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing, memiliki 3 ruang, panjang 4-5 cm, lebar 3-4 cm, benih berwarna hitam. Gaharu dari jenis ini umumnya terbentuk pada bekas taksis duduk cabang, sehingga bentuk gaharu terbentuk umumnya berbentuk bulatan-bulatan. Nama daerah gaharu dari kelompok jenis ini adalah: karas, mengkaras, garu, halim, alim, ketimunan, pinangbae, nio, garu buaya, garu pinang, bal, garu hideung, bunta, mengenrai, udi makiri, sirantih, dan lain-lain.

g. Enkleia spp.
Tumbuhan penghasil gaharu dari kelompok jenis ini berbentuk tumbuhan memanjat (liana) dengan panjang mencapai 30 m berdiameter sekitar 10 cm, batang kemerah-merahan, beranting dan memiliki alat pengait. Bunga berada diujung ranting, bertangkai bunga dengan panjang mencapai 30 cm, bunga berwarna putih atau kekuningan, Buah bulat-telur, panjang 1,25 cm dan lebar 0,5 cm. Dikenal dengan nama daerah tirap akar, akar dian dan akar hitam, garu cempaka, garu pinang, ki laba, medang karan, mengenrai, udi makiri, garu buaya, bunta, dan lain-lain.
h. Wiekstroemia spp. Pohon berbentuk semak dengan tinggi mencapai sekitar 7 m dan diameter sekitar 7,5 cm, ranting kemerah-merahan atau kecoklatan. Daun bulat telur, atau elips/lancet, panjang 4-12 cm dan lebar 4 cm. Helai daun tipis, licin di dua permukaan, bertangkai daun panjang 3 cm. Bunga berada diujung ranting atau ketiak daun, berbentuk malai dan tiap malai menghasilkan 6 bunga dengan warna kuning, putih kehijauan atau putih, dengan tangkai bunga sekitar 1 mm, mahkota bunga lonjong atau bulat telur dengan panjang 8 mm dan lebar 5 mm berwarna merah. Kelompok gaharu dari jenis-jenis ini dikenal memiliki nama daerah, layak dan pohon pelanduk, kayu linggu, menameng atau terentak.
i. Dalbergia sp. Sementara hanya ditemukan 1 jenis yakni D. parvifolia sebagai salah satu dari anggota famili Leguminoceae merupakan tumbuhan memanjat (liana) dan produk gaharunya kurang disukai pasar.
j. Excoccaria sp. Genus ini hanya ditemukan 1 jenis yakni E. agaloccha yang merupakan anggota famili Euphorbiacae tergolong tumbuhan tinggi dengan tinggi pohon antara 10-20 m dan dapat mencapai kelas diameter sekitar 40 cm. Produksi gaharunya kurang disukai pasar.

Sumber:http://www.enggangborneo.com/2013/01/jenis-jenis-pohon-penghasil-gaharu.html

. Pemanfaatan Gaharu

Gaharu banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti parfum, pewangi ruangan, hio, dupa, minyak wangi, dan sebagai obat tradisional.


Gaharu


Gaharu


Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria, terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur.

Nilai ekonom

 Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin.[5] Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya.[5] Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya[5]. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.[5] Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu.[6] Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat.[6] Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak.[6] Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.[6]


Pengolahan Minyak Gaharu

 Sebelum dijadikan bahan baku parfum, gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak dan senyawa aromatik yang terkandung di dalamnya.[7] Sebagian kayu gaharu dapat dijual ke ahli penyulingan minyak yang biasanya menggunakan teknik distilasi uap atau air untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut.[7] Untuk mendapatkan minyak gaharu dengan distilasi air, kayu gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke dalam suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah.[7] Teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan distilasi uap.[7] Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman dapat terbuka dan minyak dan senyawa aromatik untuk parfum dapat keluar.[7] Uap air akan membawa senyawa aromatik tersebut kemudian melalui tempat pendinginan yang membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan.[7] Cairan yang berisi campuran air dan minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah.[7] Salah satu metode digunakan saat ini adalah ekstraksi dengan superkritikal CO2, yaitu CO2 cair yang terbentuk karena tekanan tinggi.[7] CO2 cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang digunakan untuk ekstraksi minyak gaharu.[7] Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat residu yang tersisa, CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk gas pada suhu dan tekanan normal.[7]
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Gaharu